
Istilah 'investasi' tentu sudah sangat familiar bagi sebagian besar masyarakat. Menanamkan sejumlah modal pada suatu aset atau lahan bisnis diyakini dapat meningkatkan taraf kehidupan menuju arah yang lebih baik.
Pola pikir tersebut mengacu pada imbal
hasil dari modal yang memberikan keuntungan besar. Tujuan akhir dari
keputusan ber-investasi tak lain adalah untuk meraih kebebasan
finansial. Sesuatu yang sulit sekali didapatkan melalui upaya
konvensional, seperti pada dunia kerja.
Tingkat keuntungan investasi dari jenis
apapun itu dipastikan memiliki resiko, seperti halnya resiko yang tetap
ada pada bisnis atau usaha lain, tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, fenomena krisis
finansial Asia pada tahun 1998, yang telah ‘memakan’ aset dan modal
pebisnis besar yang tidak terhitung jumlahnya. Peristiwa serupa terulang
10 tahun kemudian di belahan dunia yang berbeda, krisis Sub-prime
Mortgage menghantam Amerika Serikat . Isu besar yang menghantam sektor
perumahan di seluruh penjuru Amerika Serikat tersebut telah mengantarkan
negara-negara Eropa pada krisis lain yang lebih besar, yakni krisis
hutang. Krisis demi krisis telah banyak membuat perusahaan gulung
tikar, termasuk perusahaan raksasa seperti Lehman Brothers. Bahkan
semakin besar usaha dan potensi keuntungannya, semakin besar pula
potensi resiko yang bakal ditanggung. Dengan kata lain, Reward dan Risk
mempunyai korelasi yang sama dan tidak terbantahkan.
Selanjutnya, terdapat dua varian
investasi yang jadi opsi, yakni investasi pada sektor riil dan non-riil.
Investasi riil pada umumnya membutuhkan modal besar dan waktu yang
relatif lama untuk mencapai break-even point, terlebih lagi untuk
mencapai keuntungan. Disamping itu, jenis investasi ini mensyaratkan
kekuatan manajerial dan dukungan eksternal yang kuat demi mencapai
prospek keuntungan dan pertumbuhan jangka panjang.
Berdasarkan statistik Small Business
Administration (SBA), hanya 44% unit bisnis yang dapat bertahan lebih
dari empat tahun. Rasio keberhasilan tersebut terbilang cukup
menyedihkan untuk dijadikan tolok ukur investasi.
Tantangan lain yang menyebabkan sulitnya bisnis riil bertahan, antara lain:
- Struktur modal kurang efektif
- Ekspansi yang terlalu pesat, sebagaimana tampak pada banyaknya bisnis di AS yang roboh ketika krisis finansial terjadi
- Anggaran pengeluaran yang terlalu besar, terutama untuk promosi
- Pemilihan lokasi yang kurang strategis
- Perencanaan bisnis yang tidak konkrit dan kurangnya efektifitas dalam kinerja manajemen
Sebagian besar dari tantangan tersebut
di atas tentunya tidak ditemukan dalam dunia investasi keuangan terutama
investasi berjangka atau derivatif.
0 komentar:
Posting Komentar