Jumat, 09 November 2012

Perkenalan

Istilah 'investasi' tentu sudah sangat familiar bagi sebagian besar masyarakat. Menanamkan sejumlah modal pada suatu aset atau lahan bisnis diyakini dapat meningkatkan taraf kehidupan menuju arah yang lebih baik.
Pola pikir tersebut mengacu pada imbal hasil dari modal yang memberikan keuntungan besar. Tujuan akhir dari keputusan ber-investasi tak lain adalah untuk meraih kebebasan finansial. Sesuatu yang sulit sekali didapatkan melalui upaya konvensional, seperti pada dunia kerja.
Tingkat keuntungan investasi dari jenis apapun itu dipastikan memiliki resiko, seperti halnya resiko yang tetap ada pada bisnis atau usaha lain, tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, fenomena krisis finansial Asia pada tahun 1998, yang telah ‘memakan’ aset dan modal pebisnis besar yang tidak terhitung jumlahnya. Peristiwa serupa terulang 10 tahun kemudian di belahan dunia yang berbeda, krisis Sub-prime Mortgage menghantam Amerika Serikat . Isu besar yang menghantam sektor perumahan di seluruh penjuru Amerika Serikat tersebut telah mengantarkan negara-negara Eropa pada krisis lain yang lebih besar, yakni krisis hutang. Krisis demi krisis telah banyak membuat perusahaan gulung tikar, termasuk perusahaan raksasa seperti Lehman Brothers. Bahkan semakin besar usaha dan potensi keuntungannya, semakin besar pula potensi resiko yang bakal ditanggung. Dengan kata lain, Reward dan Risk mempunyai korelasi yang sama dan tidak terbantahkan.
Selanjutnya, terdapat dua varian investasi yang jadi opsi, yakni investasi pada sektor riil dan non-riil. Investasi riil pada umumnya membutuhkan modal besar dan waktu yang relatif lama untuk mencapai break-even point, terlebih lagi untuk mencapai keuntungan. Disamping itu, jenis investasi ini mensyaratkan kekuatan manajerial dan dukungan eksternal yang kuat demi mencapai prospek keuntungan dan pertumbuhan jangka panjang.
Berdasarkan statistik Small Business Administration (SBA), hanya 44% unit bisnis yang dapat bertahan lebih dari empat tahun. Rasio keberhasilan tersebut terbilang cukup menyedihkan untuk dijadikan tolok ukur investasi.
Tantangan lain yang menyebabkan sulitnya bisnis riil bertahan, antara lain:
  • Struktur modal kurang efektif
  • Ekspansi yang terlalu pesat, sebagaimana tampak pada banyaknya bisnis di AS yang roboh ketika krisis finansial terjadi
  • Anggaran pengeluaran yang terlalu besar, terutama untuk promosi
  • Pemilihan lokasi yang kurang strategis
  • Perencanaan bisnis yang tidak konkrit dan kurangnya efektifitas dalam kinerja manajemen
Sebagian besar dari tantangan tersebut di atas tentunya tidak ditemukan dalam dunia investasi keuangan terutama investasi berjangka atau derivatif.

0 komentar:

Posting Komentar